The Day I Helped Kill a Soul


Sebenarnya bukan cuma satu, tapi banyak. Kemarin nei telah membantu terjadinya pembunuhan massal di kebun dengan tangannya sendiri. Semua itu dilakukan dengan tangan dingin, mata tak berkedip sambil siulan lagi.

Semua itu dipicu karena gagalnya proses pengeringan kunyit secara sempurna di kebun akibat serangan hujan dadakan, sehingga kunyit menjadi basah lagi kemudian membusuk. Parahnya mulai menyebar aroma kakus butuh disedot.  Aroma kakus re-fill menarik sepasukan, sekompi, atau mungkin juga se eR Te-an lalat untuk berpesta pora.

Genderang perang ditabuh. Sedotan dibeli, balok kayu dibor dan seperti layaknya sembahyang di kelenteng, sedotan hio-hio pun ditancapkan untuk membasmi gerombolan lalat. Alhasil, hahhaaa...lihat gambar diatas. Seperti sate laler kan? Yummy? Hik...jorok lagi.

Sebagai seorang Budhist, nei kemarin sama sekali tidak menyesal telah melanggar sila pertama dari pancasila pelatihan bagi umat Budhist awam, yaitu tidak melakukan pembunuhan.

Alasan pembelaan nei adalah, "Semua lalat harus dibasmi. Karena sangat... sangat tidak baik bagi kesehatan kulit. Begitu seekor lalat buang tinja di kulit seketika itu jugalah kita punya  tahi lalat manis di sudut bibir."
   

1 Response to "The Day I Helped Kill a Soul"

Farrel Fortunatus mengatakan...

wkwkwkwk... aya aya wae yueh...!!! (translated: ada ada aja neh...)